Senin, 25 April 2011
Sabtu, 20 Februari 2010
Wilayah Mamta ( 87 Suku )
Persebaran Suku Perkabupaten dan Kota
1. Kota Jayapura
Skou
Nafri
Kayu Pulo
Enggros Tobati
2. Kabupaten Jayapura
Jouwarri
Jokari
Tepra
Yewena/Yongsu
Moi
Sentani
Kemtuk
Gresi
Namblong
Guai
Airu
Yapsi
Demta
Kapori
Kaureh
Kawamsu
Mekwei
Narau
Oria
Ormu
Bauwi
Sause
Tabla
Tarpia
Taworta
Tofamna
Yamna
Emem
Senggi
Waris
Draa
Awyi
Dubu
Janggu
Manem
Molof
Sangke
Taikat
Usku
Waina
Yafi
Sobey
Armati
Rumbuai
Manirem
Isirawa
Akwakai
Airoran
Anus
Baburiwa
Bagusa
Bapu
Bauzi
Kwerba
Dabra
Tor
Berik
Betaf
Bonerif
Bongo
Foau
Itik
Kabera
Kapitiauw
Kauwera
Keder
Liki
Mander
Maremgi
Masimasi
Massep
Mawesi
Papasena
Podena
Samarokena
Wakde
Wares
Waritai
Yarsun
Profile Geografis dan Topografi Suku-suku di Tanah Papua
Sebuah Kajian Kultural Etnografis
1. Jayapura ( teluk Humboldt: Skou, Yotefa, Imbi; Tanah Merah: Ormu, Tabla, Demta; Pantai Utara: Bonggo, Podena, Yarsum, Betaf; Tor: Mander, Berik, Kwersupen; Sarmi:Kwerba, Isirawa, Sobei, Samarokena, Masep; Mamberamo:Warembori, Pauwe, Warewek, Bauzi, Nopuk; Sentani: Sentani, Dosai, Maribu), Kelompok suku bangsa-suku bangsa ini semuanya mempunyai mata pencaharian utama sebagai peramu sagu dan sebagai pendamping kebun kecil, menangkap ikan (sungai dan laut).
2. Yapen Waropen (Mamberamo Barat: Karema, Nita; Waropen: Sauri, Waropen, Kofei, Tefaro, Siromi, Baropasi, Bonefa; kelompok suku bangsa ini semua mempunyai mata pencaharian sebagai peramu sagu, kebun kecil, menangkap ikan di sungai dan laut. Krudu: Krudu; Yapen: Woriasi, Ambai, Serui Laut, Yawe, Busami, Ansus, Pom, Woi, Munggui, Marau, Pupui; kelompok suku bangsa-suku bangsa ini mempunyai mata pencaharian utama sebagai peramu sagu, ditambah dengan kebun kecil, menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping.
3. Biak Numfor; dengan mata pencaharian sebagai peramu sagu, ladang berpindah dan menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping.
4. Paniai; Nabire: Windesi, Mor, Yaur, Mer, Yeretuar, kelompok ini bermata pencaharian utama ladang berpindah dengan pendamping meramu sagu, menangkap ikan di sungai dan laut.
5. Manokwari; Wandamen: Roon, Mioswar, Rumberpon, Wandamen; Arfak: Mantion, Hatam, Borai; Amberbaken, kelompok ini bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah, dan pendamping menangkap ikan di sungai dan laut. Sedangkan Bintuni: Tanah Merah, Babo, Arandai, Kemberano, Meninggo, Kaburi, kelompok ini bermata pencaharian utama meramu sagu, ladang berpindah, menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping.
6. Sorong: Karon bermata pencaharian utama ladang berpindah, menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping; Moi: bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah, meramu sagu dan menangkap ikan di sungai sebagai pendamping. Raja Ampat: Kawe, bermata pencaharian utama meramu sagu dan menangkap ikan di laut dan sungai serta kebun kecil sebagai pendamping. Sedangkan orang Maya, Beser/Biak, Matbat bermata pencaharian utama meramu sagu, ladang berpindah-pindah serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Seget; Teminabuan: Kalabra, Tehit, Kon, Yahadian, Kais; Inanwatan: Suabau, Puragi, Kokoda, kelompok ini bermata pencaharian utama meramu sagu, kebun kecil serta menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping.
7. Fakfak: Onin, Iha, Karas, Baham, Buruwai; Kaimana: Mairasi, Semini, Koiwai bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah, meramu sagu, menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping; Arguni: Kamberau, Irarutu, Mairasi bermata pencaharian utama meramu sagu, berkebun kecil serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Mimika: Kamoro bermata pencaharian utama, meramu sagu, berkebun kecil, menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping.
8. Merauke; Asmat, Awyu, Yagai Citak bermata pencaharian utama meramu sagu dan berkebun kecil serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Kimaam: Riantana, Kimaghama, Koneraw; Marind-anim: Yab-anim, Maklew-anim, Kanum-anim, Bian-anim bermata pencaharian utama meramu sagu dan kebun kecil, serta menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping.
Buku Pemetaan Suku-suku Di Tanah Papua
Sambutan Gubernur Propinsi Papua
Jumlah suku-suku asli Papua yang mendiami Tanah Papua, dengan keaneka ragaman budaya itulah yang menjadi dasar berpijak untuk membangun kebudayaan mereka secara kokoh. Oleh sebab itu penetapan jumlah 248 suku asli di Tanah Papua melalui hasil penelitian dan seminar oleh tim yang terdiri dari : Jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih (UNCEN), Dinas Kebudayaan Pripinsi Papua, Summer Institute Linguistic (SIL), Dewan Adat Papua (DAP), Badan Pusat Statistik Propinsi (BPS). Yang melibatkan tokoh adat, Agama, Masyarakat, Perempuan, Pemuda, Seniman dan Budayawan sebagai perwakilan dari 7 (tujuh) wilayah adat yang meliputi : Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Ha-Anim, La-Pago dan Mi-Pago. Ini merupakan data informasi pemetaan terbaru melalui hasil seminar. Semoga informasi terbaru ini tentang jumlah suku-suku asli di Tanha Papua ini dapat dipergunakan dalam berbagai aspek kajian dan evaluasi dalam membantu program pembangunan dari pemerintah maupun dari pihak lainya, pada saat ini dan kedepannya. Semoga kerja keras dan usaha kita untuk memjukan kebudayaandi Tanah Papua bias memberikan pelajaran berharga bahwa “Bangsa yang kuat adalah Bangsa yang menghargai dan tidak melupakan Budaya Leluhurnya”. Karena hal itu suatu kekuatan identitas yang mendasar dalam segala aspek pembangunan terutama pembangunan di bidang kebudayaan.
Kepada semua pihak yang telah membantu sehingga memungkinkan diterbitkanya buku “Peta Suku Bangsa di Tanah Papua” ini, tidak lupa saya ucapkan terimakasih.
GUBERNUR PROPINSI PAPUA
BARNABAS SUEBU, SH
Sambutan Kepala Dinas Kebudayaan Propinsi Papua
Memang selama ini angka yang digunakan untuk menyatakan jumlah suku bangsa di wilayah Papua adalah 250, bahkan ada peryataan 253 dan beberapa angka lain, tanpa ada pembuktian yang valid. Dari hasil pengumpulan data oleh tim dan setelah di seleksi dan ditetapkan melalui seminar yang melibatkan tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Perempuan, tokoh Pemuda dan tokoh Masyarakat mewakili 7 wilayah adat yaitu : Wilayah Adat Mamta, Wilayah Adat Saireri, Wilayah Adat Bomberai, Wilayah Adat Domberai, Wilayah Adat Ha-Anim, Wilayah Adat La-Pago, Wilayah Adat Mi-Pago, ternyata sebanyak 248 suku. Penetapan jumlah 248 suku asli ini merupakan data informasi sementara dan terbaru. Melalui hasil penelitian dan seminar. Untuk itu diharapkan semoga dapat dipergunakan dalam berbagai aspek kajian dan evaluasi dalam membantu program pembangunan dari Pemerintah maupun pihak lainya.
Diiringi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, selaku Kepala Dinas Kebudayaan Propinsi Papua menyambut dan sekaligus mengharapakan dengan terbitnya buku “Peta Suku Bangsa di Tanah Papua”. Ini dapat menambah perbendaharaan pengetahuan di Bidang Kebudayaan bagi masyarakat terutama bagi dunia pendidikan.
Saya menyambut baik usaha awal Tim Pengumpul Data dan Penulis dai Jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih, Summer Institute Linguistic, Dinas Kebudayaan Propinsi Papua, Dewan Adat Papua, Badan Pusat Statistik Propinsi Papua.yang telah berhasil mengumpulkan dat dan menulis “Peta Suku Bangsa di Tanah Papua”untuk menjadi bahan suplemen muatan lokal bidang kebudayaan bagi pendidikan dasar sampai Perguruan Tinggi di Tanah Papua. Kiranya Tuhan Memberkati usaha maksimal ini.
Sambutan Kepala Dinas Kebudayaan Propinsi Papua………… 3
Selayang Pandang Sejarah Suku-suku Di Tanah Papua
(Sebuah Gambaran Kajian Sejarah) …………………………… 5
Profile Topografi dan Geografi Suku-suku di Tanah Papua
(Sebuah Kajian Kultural Etnografis) ……………………………. 7
Skema Foto Proses Pembuatan Sagu …………………………… 10
Pemetaan Suku Bangsa di Tanah Papua …………………………11
7 (Tujuh) Wilayah Pembagian Adat ……………………………. 12
Wilayah Adat 1 Mamta ………………………………………… 13
Wilayah Adat 2 Saireri …………………………………………. 15
Wilayah Adat 3 Bomberai ……………………………………… 17
Wilayah Adat 4 Domberai ……………………………………… 19
Wilayah Adat 5 Ha-Anim ………………………………………. 21
Wilayah Adat 6 La-Pago ……………………………………….. 23
Wilayah Adat 7 Mi-Pago ………………………………………. 25
Pemetaan Suku Bangsa di Tanah Papua Sarana Rekonsiliasi
Eksitensi Budaya Papua Saat ini ………………………………… 27
Kepustakaan ……………………………………………………. 29
Bagian kepala pulau Irian disebut “Doreh” (lima gigi) oleh para pelaut Indonesia, karena semenanjung yang meruncing dengan teluk-teluk yang sempit (teluk Wandamen, teluk Umar, teluk Beraur, teluk Sebakor, dan teluk Arguni). Dalam peta-peta Belanda, daerah ini disebut “ Vogelkop Schiereiland”. Sedangkan bagian belakang kepala dan tengkuknya dibentuk oleh teluk Cenderawasih ( dalam peta Belanda disebut Geelvink Baai) yang terdapat pulau Yapen, Biak Numford, Supriori, dan pulau kecil lainnya. Dibagian punggung ada tanjung dengan garis pantai yang membujur kearah timur dengan deretan pegunungan yang sejajar garis pantai yang merupakan tulang punggungnya. Bagian leher, dada dibentuk oleh suatu garis pantai yang membujur dari daerah Kepala Burung kearah timur. Dibagian selatan terletak pulau Yos Sudarso (Kimaam) yang terpisah dari pulau besar Irian Jaya yang menyerupai lengan dinosaurus.
Orang Belanda menyebut pulau Irian dahulu yaitu Niew-Guinea oleh seorang pelaut Spanyol, Ynigo Ortiz de Retes (1545) yang menyebut “Neuva Guinea” (Guinea Baru). Penduduk Irian (Papua) yang berkulit hitam mengingatkannya kepada penduduk pantai Guinea di benua Afrika (Naber, 1915: 527-533). Sebutan lain juga adalah “Papua” yang mula-mula dipakai oleh pelaut Portugis Antonio d’ Arbreu yang mengunjungi pantai Papua pada tahun 1551. Nama itu kemudian dipakai oleh Antonio Pigafetta pada waktu berada di laut Maluku pada tahun 1521. Kata “Papua” berasal dari kata Melalyu “Pua-pua” yang berarti “keriting” (Stirling, 1943: 4).
Ciri dan Identitas Orang Papua
Orang Papua tidak pernah diteliti oleh para ahli mengenai cri-ciri ras. Hanya beberapa orang dokter dan ahli antropologi ragawi saja yang telah melakukan pengukuran tinggi badan dan indeks ukuran tengkorak pada beberapa individu dibeberapa tempat yang terpencar. Bahan-bahan itu belum cukup untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang ciri-ciri fisik masyarakat di Papua. Menurut H.J.T. Bijlmer (1923). Ada kecenderungan bahwa orang Papua makin jauh dari pantai makin pendek tubuhnya, demikian pula bentuk tengkorak penduduk pantai umumnya lonjong dan makin kearah pedalaman bentuknya menjadi sedang. Indeks ukuran bagian-bagian muka pada beberapa penduduk pantai ada yang lebar, namun tidak jarang pula ada orang pantai yang panjang bentuk mukanya, dan didaerah pedalaman keadaannyapun sama (Koentjaraningrat, 1993). Seorang ahli ragawi Belanda J.P. Kleiweg de Zwaam mengatakan bahwa suatu “ras papua” atau “ras Irian” itu tidak ada. memang diantara penduduk papua sendiri ada perbedaan ciri-ciri ras khusus. Kebinekaan ciri-ciri ras pada berbagai penduduk asli Papua lebih jelas terlihat melalui ciri-ciri ras fenotip mereka, yaitu warna dan bentuk rambut, walaupun dalam hal ini tidak ada keseragaman. Warna rambut orang papua hampir semuanya hitam tetapi tidak semuanya keriting. Penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Mamberamo, rambutnya banyak yang berombak dan bahkan ada pula yang lurus, sedang ada pula yang lurus dan kejur (Neuhauss, 1911).
Informasi Selanjutnya Tentang Buku Ini Bisa Menghubungi Alamat (Laboratorium Kebudayaan Papua Dinas Kebudayaan Propinsi Papua) dan Kontak Person Hp.08124859662 - Habel Samakori